Kamis, 02 Juli 2009

BANGKITNYA FEMINISME DALAM PRAKTIK WACANA DIALOG


BANGKITNYA FEMINISME DALAM PRAKTIK
WACANA DIALOG JUMAT TABLOID REPUBLIKA EDISI 20 APRIL 2007
(STUDI ANALISIS WACANA KRITIS)

I. MUNCULNYA IDEOLOGI EMANSIPASI SEBAGAI PENGIKIS IDEOLOGI PATRIARKHI
Terjadinya kecenderungan bias gender di masyarakat, termasuk dalam kehidupan pers, bukanlah fenomena yang baru, melainkan melalui mekanisme sosialisasi dan penanaman nilai yang sangat panjang pada masyarakat global, yang kemudian nilai tersebut disebut sebagai ideologi, yang oleh Littlejohn dikatakan sebagai sekumpulan pemikiran yang membentuk struktur realita suatu kelompok, sebuah sistem perwakilan atau sebuah kode dari pengertian pengertian yang mengatur bagaimana individu individu dan kelompok kelompok memandang dunia.
Salah satu wujud dari ideologi yang tercipta adalah ideologi patriarki yang melegitimasi dan mempertahankan relasi asimetris (tidak sepadan) antara laki laki dan perempuan. Fenomena relasi antara laki laki dan perempuan adalah salah satu contoh dari pola kehidupan yang irasional yang bersifat mekanis dan represif. Dikatakan demikian karena dalam hubungan tersebut terjadi sifat asimetris, di mana kaum laki laki memiliki posisi yang lebih dominan dibandingkan dengan perempuan, yakni laki laki lebih bebas untuk memilih peran peran sosial tertentu di masyarakat, sementara perempuan lebih ditentukan posisinya oleh laki laki.
Biasanya posisi peran sosial antara laki laki dan perempuan dibedakan atas peran sosial disektor publik dan peran sosial disektor domestik, maka jika demikian, peran sosial laki laki biasanya lebih dominan disektor publik yang bersifat produktif dimana hasil dari aktifitas disektor ini selalu dihargai dengan sejumlah material tertentu biasanya finansial, sedangkan perempuan pada umumnya ditempatkan pada peran social disektor domestik dengan fungsi fungsi reproduksinya, yang dalam kenyataan tidak pernah dihargai dengan sejumlah material tertentu, karena seolah olah peran sosial domestik ini merupakan peran yang memang seharusnya dilakukan oleh perempuan.
Jika pada paragraf diatas pandangan terhadap patriarkhi masih bersifat umum atau mendasar, maka menurut pandangan Mansour Fakih, seorang feminis Muslim Indonesia menyebutkan lima fenomena ketidakadilan terhadap perempuan dalam ranah fakta atau realitas diantaranya (1) Marginalisasi perempuan baik dirumah tangga, di tempat kerja, maupun di bidang kehidupan masyarakat lainnya. Proses marginalisasi ini berakibat pada pemiskinan perempuan. (2) Subordinasi terhadap perempuan karena ada anggapan bahwa perempuan itu adalah irasional, emosional, maka ia tidak bisa memimpin dan oleh karena itu harus ditempatkan pada posisi yang tidak penting. (3) Stereotype yang merugikan perempuan, misalnya asumsi bahwa perempuan bersolek dalam rangka memancing perhatian lawan jenisnya, maka setia[ ada kasus kekerasan seksual atau pelecehan selalui dikaitkan dengan label ini. (4) Berbagai bentuk kekerasan menimpa peremopuan baik fisik maupun psikologis karena anggapan bahwa perempuan lemah dibandingkan laki-laki sehingga laki-laki leluasa melakukan kekerasan terhadap perempuan. (5) Pembagian kerja secara seksual merugikan kaum perempuan.
Dalam Rubrik Dialog Jum’at Tabloid Republika tertulis bahwa, di dalam Al Qur’an surat A Ahzab ayat 35, berbunyi:
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah Telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.”

menunjukkan bahwa penolakan terhadap ideologi patriarkhi sudah mulai gencar di kampanyekan dan dipublikasikan dengan disebut-sebutnya sebuah ideologi tandingan yakni ideologi emansipasi. Pemunculan ayat Al Qur’an diatas adalah sebagai wujud dukungan terhadap ideologi emansipasi yang menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan di dalam Islam. Namun tidak hanya itu saja, pada rubrik tersebut Republika juga memaparkan beberapa data baik dari buku-buku rujukan atau wawancara dengan para pakar dalam rangka mendukung argumentasi bahwa emasipasi perempuan diperlukan untuk menghindari merembaknya ideologi-ideologi patriarkhi.
Jadi sebenarnya, munculnya ide-ide tentang emansipasi untuk mengikis pandangan-pandangan patriarkhi yang demikian itu terletak pada pembuktian-pembuktian melalui data sejarah, wawancara tokoh ataupun melalui kitab suci yang dipercayai oleh salah satu agama. Akan tetapi selain itu, terdapat salah satu suprastruktur lain yang memiliki kontribusi dalam menciptakan ideologi patriarki yaitu media massa. Media massa mempunyai misi menyebarluaskan pesan-pesan, mempengaruhi, bahkan mencerminkan budaya masyarakat, dan mereka menyediakan informasi secara bersamaan pada sejumlah besar audiens yang heterogen yang telah menjadikan media sebagai bagian dari kekuatan instutusional mereka sendiri.Dari beberapa fungsi media massa diatas yang paling menonjol adalah informasi.
Berangkat dari hal tersebut, penulis tertarik untuk menganalisis bagaimana peran media dalam menggiring opini masyarakat untuk lebih memperhatikan ideologi emansipasi, sehingga bisa merubah pandangan masyarakat secara gradual terhadap ideologi patriarkhi yang sudah banyak menuai kritik dari beberapa kalangan. Metode yang digunakan adalah dengan menggunakan analisis wacana.
Untuk melakukan analisis wacana ini disandarkan pada paradigma kritis yang mengungkapkan bahwa segenap penggunaan bahasa dalam media massa akan dipandang sebagai praktik wacana media yang mengandung relasi kekuasaan di dalamnya. Pandangan ini mengacu pada gagasan Norman Fairclough mengenai analisis wacana berdasarkan pada kajian linguistik dan pemikiran sosialpolitik, yang secara umum diintegrasikan sebagai perubahan sosial. Seperti yang dikutip Eriyanto, Fairclough mengatakan, “Melihat bahasa dalam perspektif ini membawa konsekuensi tertentu. Bahasa secara sosial dan historis adalah bentuk tindakan, dalam hubungan dialektik dengan stuktur sosial. Oleh karena itu, analisis harus dipusatkan pada bagaimana bahasa itu terbentuk dan dibentuk dari relasi sosial dan konteks sosial tertentu.”
Dari keterangan di atas, maka dalam analisis akan mencakup pada analisis di tingkat mikro yang menekankan pada penggunaan bahasa dalam teks semata. Kemudian dilanjutkan ke tingkat meso, yakni bagaimana teks tersebut diproduksi oleh para awak redaksi dan dikonsumsi khalayak. Hingga analisis pun ditempatkan pula pada tingkat makro, yakni bagaimana relasi kekuasaan pada struktur sosial, ekonomi, politik, dan budaya masyarakat yang melingkupi praktik wacana Tabloid Republika.

II. ANALISIS WACANA MENURUT NORMAN FAIRCLOUGH
Beberapa analisis wacana menurut Norman Fairlough sebagai berikut:
1. Analisis Teks Ekletif
Penulis menggunakan lima unit analisis dalam menganalisis variabel Penggunaan Kata Asing pada level teks. Dari unit analisis tersebut (yakni penulisan Motto Majalah; penulisan Ruang Redaksi; penulisan Nama Rubrik; penulisan Judul Karangan; dan penulisan Isi Karangan) penulis melakukan pembuktian, pemaknaan dan penarikan kesimpulan lewat kerangka analisis teks ekletif yang telah penulis jabarkan dalam bab sebelumnya. Berikut ini adalah uraiannya:
a. Penulisan Headline Tabloid
Headline tabloid Republika adalah ”Eamsipasi dalam Islam”. Headline ini tercantum persis pada halaman sampul depan tabloid. Sehingga dengan melihat dari penempatan posisinya, headline ini merupakan teks yang ditempatkan secara menonjol. Penonjolan terhadap headline tersebut disertai dengan melihat besarnya Font yang diperlihatkan pada judul Headline tersebut.
b. Penulisan Nama Rubrik
Dalam tabloid Republika edisi 20 April 2007 terdapat beberapa rubrik yang memperkuat tema ”emansipasi”, sehingga mengesankan bahwa pembahasan tentang emansipasi ini bersifat sangat penting dan perlu diperhatikan. Berikut beberapa judul rubrik pada dialog Jum’at tabloid Republika:
1) Halaman 3 : Kedudukan Wanita Dalam Islam
2) Halaman 4 : Islam Jamin Ruang Gerak Bagi Perempuan
c. Pemilihan Pemateri
Pada halaman 4 dialog Jumat tabloid Republika terdapat sebuah rubrik berjudul wawancara, dimana di dalamnya terdapat sebuah pembahasan tentang tema dengan menggunakan ulasan berupa wawancara dengan seorang pakar. Pakar yang dipilih oleh Republika adalah seorang perempuan bernama Khofifah Indar Parawansa. Hal ini secara tidak langsung mengesankan bahwa seorang perempuan juga bisa menjadi pemateri layaknya laki-laki. Sehingga menentang faham ideologi patriarkhi yang mengesankan bahwa perempuan tidak produktif secara materi.
2. Analisis Discourse Practice
a. Aspek Produksi Teks
Aspek produksi teks berkaitan pada isi individu wartawan, hubungan dengan struktur organisasi media, dan rutinitas kerja dari proses produksi teks dalam penelitian ini tidak dapat penulis sertakan. Karenanya, pengambilan data hanya bisa dilakukan lewat wawancara dengan pihak redaksi Tabloid Republika. Namun penulis belum bias menghubungi pihak redaksi dan manajemen tabloid Republika. Karena keterbatasan ini, aspek produksi teks tidak dapat penulis sertakan di sini.
b. Aspek Konsumsi Teks
Mengacu pada sejarah tabloid Republika yang didirikan oleh sekelompok orang yang tergabung dalam Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia, sehingga bias dikatakan bahwa karakteristik pembaca yang mengkonsumsi Tabloid Republika adalah seorang muslim. Sehingga kesimpulan yang bisa ditarik dari keterangan tersebut, yakni teks Tabloid Republika dikonsumsi oleh seorang muslim yang memiliki karakter tertentu, yakni dapat dikatakan sebagai karakter generasi agamis yang telah mengalami kemajuan karena modernisasi.
3. Analisis Socioculture Practice
a. Situasional
Pada aspek situasional, ada suasana khas dan unik sebagai konteks sosial di Indonesia pada kurun waktu tertentu terkait dengan penyuaraan ideologi emansipasi di Tabloid Republika. Hal tersebut adalah kian menguatnya gejala patriarkhi dewasa ini, baik dalam tataran kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Seperti halnya telah banyaknya kasus kekerasan dalam rumah tangga yang terkadang menimbulkan kesan bahwa perempuan sangat wajar untuk mendapatkannya. Atau mungkin dengan munculnya isu UU Pornografi yang disinyalir memberikan sinyal bahwa tubuh perempuan adalah sumber dari segala bentuk pornografi.
b. Institusional
Pasca dicabutnya Surat Izin Penerbitan Pers (SIUPP) pada tahun 1998, kebebasan pers di Indonesia setelah 32 tahun berada di bawah kekangan Rezim Orde Baru. Sejak saat itu, sistem pers yang tadinya cenderung tertutup, berubah ke arah yang lebih terbuka, bebas, dan liberal. Adapun liberalisasi pers di Indonesia tersebut membuat tingginya penyiaran dan penerbitan pers dengan beragam konsep dan orientasinya.
Situasi ini melatari maraknya pemunculan isu-isu yang selama ini dianggap tabu dimasyarakat seperti advokasi terhadap pemerintah dan gender atau emansipasi terhadap perempuan.
c. Sosial
Setidaknya ada sejumlah aspek makro sebagai konteks sosial Indonesia yang penulis pandang mempengaruhi dan menentukan karakter tabloid Republika dalam praktiknya menyuarakan emansipasi terhadap wanita. Aspek makro tersebut penulis ungkap dengan berfokus pada bidang ekonomi, sosial, politik, dan budaya di Indonesia yang membentuk karakter masyarakat Indonesia dalam kerangka globalisasi dunia sebagai sebuah sistem dominan. Hal ini penulis pandang penting dilakukan mengingat praktik emansipasi Indonesia di Tabloid Republika sangat erat kaitannya dengan karakter khalayak pembaca majalah itu sendiri, yakni masyarakat yang heterogen yang rentan terhadap perbedaan, baik suku, agama, ras maupun perspesi dan pemikiran.
Dalam bidang ekonomi, sudah mulai banyak muncul beberapa jenjang karier yang menyetarakan antara laki-laki dan perempuan atau bahkan mengistimewakan perempuan. Diantara penyetaraan jenjang karier antara laki-laki dan perempuan meliputi beberapa hal baik swasta maupun non swasta, bahkan Indonesia-pun pernah memiliki seorang presiden berkelamin perempuan. Diantara jenjang karier yang mengistimewakan perempuan salah satunya adalah Sales Promotion Girl (SPG).

III. KESIMPULAN
Perkembangan ilmu pengetahuan di era pasca positivisme telah kian marak. Salah satu kecenderungan yang menarik ialah ketika disiplin ilmu kini mengalami banyak konvergensi, klaim spesialisasi ilmu menjadi perdebatan. Batas-batas ilmu pengetahuan yang dulu ditarik dengan tegas oleh para ilmuwan, kini mulai mengalami keruntuhan. Dalam kata lain, wajah ilmu pengetahuan kita belakangan hari ini kian disemaraki dengan berkembangnya kajian ilmu yang bercorak multi disipliner. Tak terkecuali bagi ranah ilmu sosial yang menjadi induk dari ilmu komunikasi, terlebih pada tema emansipasi perempuan. Dimana saat ini perempuan masih sering mengalami hubungan asimetris dengan laki-laki.
Penulis memandang hal ini cukup kontekstual dilakukan di Indonesia, mengingat maraknya peristiwa-peristiwa buruk yang sering menimpa perempuan-perempuan Indonesia. Perkembangan media massa yang cukup pesat di Indonesia juga mesti dilihat bak dua sisi mata pisau. Media bisa membangun masyarakat dan budayanya, namun dapat pula meminggirkan, memangsa, hingga akhirnya menghancurkan suatu masyarakat berikut elemen-elemen budayanya. Untuk itu dibutuhkan ide-ide besar yang sekiranya mampu mengkritisi sekaligus memberi solusi demi mengatasi persoalan yang kian pelik ini. Sejatinya, kajian media dalam kerangka paradigma kritis merupakan ragam penelitian ilmiah yang emansipatoris dan bertujuan membela pihak tertentu yang dipinggirkan dalam pemberitaan media, khususnya praktik marjinalisasi terhadap kelompok masyarakat yang lemah, terutama kaum perempuan.






IV. DAFTAR PUSTAKA
Ardianto, Elvinaro dan Lukianti Komala Erdinaya, Komunikasi Massa : Suatu Pengantar, Bandung, 2005.

Emansipasi Dalam Islam, Dialog Jumat Tabloid Republika, Jakarta, 2007.

Ilyas, Yunahar, Kedudukan Perempuan dalam Islam, makalah disampaikan dalam acara Pendidikan Gender bagi Kaum Perempuan Senat Mahsiswa Fakultas Hukum UMY, Yogyakarta, Selasa 28 April 2009.
Littlejohn, Stephen W, Theories of Human Communication, USA: Wadsworth Publishing Company, 1998.

Norman Fairclough, “Critical Discourse Analysis and the Marketization of Public Discourse: The Universities”, dalam Critical Discourse Analysis, London and New York, Longman, 1998, hal.131-132, dalam Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, Certakan ke-4, LKiS, Yogyakarta, 2005.

Related Posts

BANGKITNYA FEMINISME DALAM PRAKTIK WACANA DIALOG
4/ 5
Oleh

1 comments:

7 Juli 2009 pukul 09.19 delete

wah mantap kencus,detail banget post mu sampe ada daftar pustaka,,

Reply
avatar

Sertakan komentar anda