BUDAYA ORGANISASI PERUSAHAAN DAN PENERAPAN BUDAYA“TIPCE” PADA PT.BANK MANDIRI,Tbk
Artikel
BUDAYA ORGANISASI PERUSAHAAN DAN
PENERAPAN BUDAYA“TIPCE” PADA PT.BANK
MANDIRI,Tbk
I. PENDAHULUAN
Setiap
organisasi memiliki budaya yang tercermin dari nilai-nilai, norma, keyakinan,
dan perilaku para anggotanya atau para pegawainya. Sejak berdirinya
organisasi, pendiri meletakkan dasar budaya bagi organisasi
yang didirikan. Dengan kata lain, peranan budaya organisasi merupakan
proses dalam rangka pencapaian tujuan untuk meningkatkan efektivitas,
efisiensi, produktifitas dan etos kerja pegawai. Nilai-nilai budaya tidak
tampak, namun merupakan pendorong
perilaku dan alat penggerak komitmen yang tinggi dari pegawai, melebihi
kepentingan pribadi serta mampu menambah konsistensi perilaku
pegawai. Budaya organisasi yang kuat mendukung pelaksanaan tujuan
organisasi, sebaliknya budaya organisasi yang lemah akan menghambat perkembangan organisasi.
Banyak organisasi yang kini menyadari bahwa unsur manusia
dalam organisasi dapat memberikan keunggulan bersaing. Manusia sebagai unsur
sumber daya manusia memberikan serta mempengaruhi kesuksesan persaingan
organisasi. Dalam konteks pemberdayaan sumber daya manusia untuk menghasilkan
karyawan profesional dengan integritas tinggi, diperlukan suatu acuan baku yang
diterapkan oleh suatu perusahaan. Acuan baku tersebut adalah budaya korporat
yang secara sistematis menuntun para karyawan untuk meningkatkan komitmen
kerjanya bagi perusahaan, yang pada akhirnya mempengaruhi produktivitas kerja
karyawan dalam perusahaan.
Sejalan dengan kemajuan
bisnis, produktifitas usaha tidak selalu
ditentukan oleh faktor-faktor yang terwujud dalam skala nominal angka saja,
akan tetapi juga budaya organisasi. Dalam hal ini, Bank Mandiri telah melakukan transformasi
budaya dengan mengembangkan nilai-nilai dan budaya untuk menjadi pedoman
pegawai dalam berperilaku. Bank Mandiri
menetapkan 5 (lima) nilai budaya perusahaan yang disebut "TIPCE" yaitu: Kepercayaan (Trust), Integritas (Integrity),
Profesionalisme (Professionalism),
Fokus pada pelanggan (Customer focus),
dan Kesempurnaan (Excellence). Oleh
karena itu, tulisan ini ingin mengetahui bagaimana ruang lingkup budaya
organisasi dan penerapan TIPCE pada Bank Mandiri.
II. PEMBAHASAN
Ruang lingkup budaya organisasi sangatlah luas,
terlebih jika dihadapkan dengan sebuah organisasi yang disebut perusahaan. Oleh
karena itu, hal-hal dibawah ini adalah beberapa hal yang melingkupi budaya
organisasi pada sebuah perusahaan:
A.
Budaya
Organisasi.
Setiap organisasi
sebenarnya memiliki budaya. Memang pada umumnya orang-orang dalam sebuah
organisasi mudah menyetujui bahwa organisasi mereka memiliki budaya dan budaya
itu sangat penting. Tetapi biasanya mereka akan menghadapi kesulitan kalau
diminta untuk memberikan definisi budaya organisasi itu. Beberapa ahli
mengatakan bahwa budaya sebenarnya merupakan konsep yang dipinjam oleh para
pakar teori organisasi dari disiplin ilmu antropologi (Luthans, 1988; Gordon,
1991). Sebaliknya Schein (1985)
mengajukan konsep budaya yang menurutnya lebih berakar pada teori dinamika
kelompok dan pertumbuhan kelompok daripada sekedar pada teori antropologi.
Berdasarkan pengamatan
orang lain dan pengamatannya sendiri, Schein (1985) mengemukakan bahwa
ada beberapa pengertian yang sama yang berkaitan dengan budaya antara lain:
1.
Keteraturan
perilaku yang diamati (observed behavioral regularities) ketika
orang-orang berinteraksi, misalnya bahasa yang digunakan dan upacara yang
dilakukan sehubungan dengan rasa hormat dan cara bertindak/bersikap.
2.
Norma yang
berkembang dalam kelompok kerja.
3.
Nilai
dominan yang didukung oleh sebuah organisasi, seperti mutu produk dan
sebagainya.
4.
Falsafah
yang menjadi landasan kebijaksanaan organisasi yang berkaitan dengan karyawan
dan atau pelanggan.
5.
Peraturan
pergaulan dalam organisasi, cara-cara/seluk-beluk untuk diterima sebagai warga
organisasi.
6.
Rasa atau iklim yang disampaikan dalam sebuah organisasi oleh tata letak
fisik dan cara interaksi para warga organisasi dengan para pelanggan atau orang luar yang
lain.
Secara umum, setiap
individu dilatarbelakangi oleh budaya yang mempengaruhi perilaku mereka. Budaya
menuntut individu untuk berperilaku dan memberi petunjuk mengenai apa saja yang
harus diikuti dan dipelajari. Kondisi tersebut juga berlaku dalam organisasi
tentang bagaimana pegawai berperilaku dan apa seharusnya yang harus dilakukan. Harvey (1996:333-334)
mengemukakan, budaya organisasi mencakup: nilai-nilai, kepercayaan, bentuk
perilaku dari anggotanya pada suatu organisasi tertentu. Budaya organisasi
mengarah pada suatu sistem nilai bersama yang dipegang oleh anggotanya yang
membedakan suatu organisasi dengan organisasi yang lainnya.
Karakteristik yang
menggambarkan suatu budaya organisasi adalah: - otonomi individu: persetujuan
akan tanggung jawab, kebebasan, dan kesempatan untuk berinisiatif bagi anggota
organisasi; - struktur: persetujuan akan aturan, perubahan peraturan, kuantitas
penggunaan langsung suvervisi untuk mengontrol perilaku anggota; - pemberian
insentif: persetujuan dalam pemberian insentif (misalnya kenaikan gaji,
promosi) didasarkan atas prestasi anggota; - perilaku yang merugikan:
persetujuan untuk anggota didorong untuk agresif, inovatif dan pencarian yang
penuh resiko. Kombinasi dari setiap karakteristik tersebut merupakan
gambaran dari budaya organisasi yang dibentuk oleh organisasi tersebut.
Sedangkan Luthans (1989:50) mengutif
definisi mengenai budaya organisasi yang dikemukakan oleh Schein, yaitu:
A pattern of basic assumptions – invented,
discovered, or developed by a given group as it leams to cope with its problem
of external adaption and internal integration – that has worked well enough to
be considered valid and, therefore to be tought to new members as the correct
way to perceive, think, and feel in relation to those problems”.
Definisi tersebut menggambarkan bahwa budaya organisasi sesungguhnya tumbuh
karena diciptakan dan dikembangkan oleh individu yang bekerja dalam suatu
organisasi, dan diterima sebagai nilai-nilai yang harus dipertahankan dan
diturunkan kepada setiap anggota baru. Nilai-nilai tersebut digunakan sebagai
pedoman bagi setiap anggota selama mereka berada dalam lingkungan organisasi
tersebut, dan dapat dianggap sebagai ciri khas yang membedakan sebuah
organisasi dengan organisasi lainnya.
B.
Dimensi/Tingkatan
Budaya Organisasi
Berbagai pola asumsi
dasar yang telah dipelajari kelompok dalam memecahkan berbagai persoalan yang
dihadapi (masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal) kepada
anggota/generasi baru sebagai arah yang benar untuk menduga, berfikir dan
merasa dalam menghadapi masalah itu. Hal ini penting dilakukan agar organisasi
(perusahaan) dapat terus berjalan sebagaimana yang diharapkan.
Untuk itu, perlu
diketahui pengembangan tahap-tahap budaya, yang oleh Indrapradja (1992) disebut dimensi budaya dalam organisasi, yaitu:
No
|
Dimensi
|
Keterangan
|
1.
|
Artidak-artifak (Artifact)
|
Artifacts adalah
“benda-benda” hasil buatan manusia. Kita dapat mengamati suatu budaya dalam
artifak yang diciptakannya berupa kata-kata yang digunakan, tindakan para
anggota organisasi dan objek yang ada dalam organisasi. Yang dimaksudkan dengan
“kata-kata budaya” di sini termasuk bahasa khusus atau jargon yang
digunakan oleh orang-orang dalam organisasi, kisah-kisah yang diceritakan
oleh mereka dan mitos-mitos yang dilestarikan oleh mereka.
|
2.
|
Prespektif (Perspectives)
|
Yang
termasuk ke dalam perspektif adalah berbagai norma sosial dan peraturan yang
mengatur bagaimana para warga organisasi harus berperilaku dalam situasi
khusus. Dengan adanya bergagai peraturan dan norma tersebut, para anggota
organisasi tidak perlu memecahkan permasalahan sosial organisasi secara baru
setiap timbul permasalahan.
|
3.
|
Nilai-nilai (Values)
|
Values mencerminkan falsafah dan misi
organisasi, cita-cita organisasi, tujuan, dan standar organisasi. Para
anggota organisasi menggunakan nilai-nilai ini untuk menilai (judging)
orang-orang, tindakan, dan peluang serta mengambil keputusan atas nama
organisasi.
|
4.
|
Asumsi-Asumsi (Assumptions)
|
Asumsi budaya bersifat take for granted,
sehingga pada dasarnya kita harus menjadi bagian dari budaya itu kalau kita
mau mengerti. Akan tetapi kesulitannya adalah, sekali kita menjadi bagian
dari budaya itu, kita tidak mengenalinya lagi karena unsur budaya organisasi
sudah menjadi bagian dari pandangan dunia kita secara otomatis.
|
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa
budaya organisasi merupakan sesuatu yang sungguh kompleks. Akan tetapi, kita
harus memiliki kemampuan mengalisis budaya organisasi secara akurat apabila
kita sungguh-sungguh mau mengerti mengapa organisasi melakukan hal-hal tertentu
dan mengapa para pemimpin organisasi itu dapat menghadapi kesulitan dalam
menjalankan fungsi kepemimpinannya.
C.
Kepemimpinan
Masalah kepemimpinan
mendapat perhatian dari berbagai ahli, karena gejala ini menunjukkan peranannya
yang seringkali menentukan di dalam hidup bernegara dan bermasyarakat.
Kepemimpinan tidak hanya berarti memimpin terhadap manusia, tetapi juga
mempimpin terhadap perubahan. Seorang pemimpin tidak hanya mempengaruhi
bawahan, tetapi juga sebagai sumber inspirasi dan motivasi bawahannya. Oleh
karena itu, pandangan berbagai penapsiran kepemimpinan semakin beragam dalam
perkembangannya.
Terry (dalam Kartono, 1994;49) mengemukakan bahwa
kepemimpinan adalah aktivitas mempengaruhi orang lain agar mereka mau
bekerjasama untuk mencapai tujuan kelompok. Sedangkan R. Tannenbaum (dalam Harsey
dan Balnchard, 1984:9)
mengemukakan bahwa kepemimpinan sebagai pengaruh antarpribadi yang dilakukan
dalam suatu situasi dan diarahkan melalui proses komunikasi pada pencapaian
tujuan tertentu.
Pandangan lain yang
dikemukakan oleh Stonner (1989:459)
mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah sebagai proses mengarahkan dana
mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari para anggota kelompok.
Sedangkan Koontz at.al. (1984:506) memberikan pengertian kepemimpinan
sebagai mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam mencapai tujuan umum.
Definisi yang hampir sama dengan Koontz,
dikemukakan oleh Hosmer (dalam Timpe, 1999:21), yang mengatakan bahwa
pemimpin adalah individu dalam suatu organisasi yang mampu mempengaruhi sikap
dan pendapat orang lain dalam organisasi. Usaha mempengaruhi sikap dan pendapat
orang lain dalam organisasi bertujuan tercapai usaha kelompok yang
terkoordinasi dan terpadu.
Dari berbagai pandangan
mengenai kepemimpinan tersebut, maka pemimpin dalam kehidupan organisasi
mempunyai kedudukan yang strategis dan merupakan gejala sosial yang selalu
diperlukan dalam kehidupan kelompok. Di samping kedudukannya yang strategis,
kepemimpinan mutlak diperlukan, di mana terjadi interaksi kerjasama antara dua
orang atau lebih dalam mencapai tujuan organisasi.
Dari berbagai definisi
kepemimpinan yang telah diuraikan di atas, maka ada beberapa perbedaan dan
persamaan penekanannya. Sebagian menekankan kepada kemampuan seseorang untuk
mempengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan pada situasi tertentu. Sedangkan
yang lainnya menekankan pada bagaimana kemampuan seorang pemimpin mengarahkan
orang lain untuk bekerjasama dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Stogdill (1974:7-16) secara rinci
mengemukakan implikasi dari definisi tersebut yaitu:
1.
Kepemimpinan
merupakan titik sentral proses kegiatan kelompok (leadership as a focus of
group processes).
2.
Kepemimpinan
adalah suatu kepribadian yang memiliki pengaruh (leadership as personality
and its effects).
3.
Kepemimpinan
sebagai suatu seni untuk menciptakan kesesuaian paham (leadership as the art
of induling compliance).
4.
Kepemimpinan
adalah pelaksana pengaruh (leadership as the exercise of influence).
5.
Kepemimpinan
adalah tindakan dan perilaku (leadership as act and behavior).
6.
Kepemimpinan
sebagai suatu bentuk persuasi dan inspirasi (leadership as a from of
persuation and inspiration).
7.
Kepemimpinan
merupakan hubungan kekuatan dan kekuasaan (leadership as a power relation).
8.
Kepemimpinan
sebagai sarana pencapaian tujuan (leadership as an instrument of goal
attainment).
9.
Kepemimpinan
merupakan hasil dari interaksi (leadership as an effect of interaction).
10.
Kepemimpinan
adalah peranan yang dibedakan (leadership as a differentiated role).
11.
Kepemimpinan
adalah sebagai inisiasi struktur (leadership as the initiation of
structure).
D.
Budaya Korporat Organisasi
Untuk mengetahui apa yang disebut dengan budaya
korporat organisasi, maka perlu diketui terlebih dahulu sedikit makna tentang
dua kata gabungan yang digunakan dalam istilah tersebut, yaitu budaya korporat
dan organisasi. Budaya korporat
merupakan nilai-nilai dominan yang disebarluaskan di dalam perusahaan dan diacu
sebagai filosofi kerja karyawan.
Moeljono (2003) adalah salah satu tokoh akademis di Indonesia yang mendalami
dan merangkai beberapa pendapat ahli internasional mengenai budaya korporat,
diantaranya:
1.
Davis (1984), budaya korporat pada setiap perusahaan memiliki makna sendiri-sendiri terhadap
kata budaya itu sendiri, meliputi: identitas, ideologi, etos, budaya, pola,
eksistensi, aturan, pusat kepentingan, filosofi, tujuan, spirit, sumber
informasi, gaya, visi, dan cara.
2. Schein (1985), budaya korporat mengacu ke suatu sistem makna bersama
yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan perusahaan itu terhadap
perusahaan lain.
3.
Gordon (1991), budaya korporat merupakan alat pemersatu bagi seluruh aspek dalam
perusahaan dan berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang
memandu dan menbentuk sikap serta perilaku para karyawan. Dalam hubungannya
dengan segi sosial, budaya berfungsi sebagai perekat sosial yang membantu
mempersatukan perusahaan itu dengan memberikan standarstandar yang tepat untuk
apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan. Akhirnya, budaya
berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan
membentuk sikap serta perilaku para karyawan.
4.
Mondy (1993), budaya korporat sebagai sistem nilai-nilai, keyakinan,
dan kebiasaan bersama dalam perusahaan yang berinteraksi dengan struktur formal
untuk menghasilkan norma perilaku.
5.
Matsumoto
(1996), budaya korporat
sebagai seperangkat sikap, nilai-nilai, keyakinan, dan perilaku yang dipegang
oleh sekelompok orang dan dikomunikasikan dari generasi ke generasi berikutnya.
6.
Menurut
Robbins (2002), budaya korporat mempunyai beberapa fungsi yaitu menetapkan
batas antara perusahaan, yang berarti bahwa budaya menciptakan perbedaan yang
jelas antara perusahaan dengan perusahaan yang lain, dapat menjadi identitas
bagi para anggota-anggota perusahaan, dapat mempermudah timbulnya komitmen
bersama terhadap sesuatu yang lebih luas daripada hanya sekedar mengutamakan
kepentingan individu, dapat meningkatkan kemantapan sistem sosial.
Sementara,
menurut Robbins (2001) organisasi merupakan suatu unit (satuan) sosial yang
dikoordinasikan dengan sadar, yang terdiri dari dua orang atau lebih, yang
berfungsi atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan
atau serangkaian tujuan bersama. Pace dan Faules (2001) menyatakan terdapat dua
pendekatan dalam memahami organisasi, yaitu pendekatan objektif san pendekatan
subjektif. Makan “objektif” dalam konteks ini merujuk kepada pandangan bahwa
objek-objek, perilaku-perilaku dan peristiwa eksis di dunia nyata dan terlepas
dari pengamatannya. Sedangkan, “subjektif”
menunjukkan bahwa realitas itu sendiri adalah konstruksi sosial,
realitas sebagai suatu proses kreatif yang memungkinkan orang menciptakan apa
yang ada “di luar sana”.
Jadi pada dasarnya budaya korporat organisasi mempunyai
pengertian sebagai aturan main yang ada di dalam perusahaan sebagai
sebuah organisasi objektif yang akan
menjadi pegangan dari sumberdaya manusia dalam menjalankan kewajibannya dan
nilai-nilai untuk berperilaku di dalam perusahaan tersebut. Kemudian,
juga dapat dikatakan bahwa hal ini adalah pola terpadu perilaku manusia di dalam perusahaan
termasuk pemikiranpemikiran, tindakan-tindakan, pembicaraanpembicaraan yang
dipelajari dan diajarkan kepada generasi berikutnya.
E.
Produktivitas
Kerja.
Produktivitas sumber
daya manusia dapat digambarkan sebagai suatu fungsi proses dari sisi respon
individu terhadap ukuran kinerja yang diharapkan oleh perusahaan yang mencakup
desain kerja, proses pemberdayaan, dan pembimbingan, serta dari sisi individu itu
sendiri yang mencakup keterampilan, kemampuan, dan pengetahuannya. Oleh karena
itu, dapat juga dikatakan bahwa kinerja individu merupakan hasil suatu proses
perpaduan antara kapabilitas individu dengan sikap individu terhadap aspek
pekerjaan dan perusahaan (Walker, 1993 dalam Moeljono, 2003).
Selanjutnya, Benardin dan Russell (1998) dalam Moeljono (2003)
menjelaskan bahwa produktivitas karyawan adalah hasil keluaran yang dihasilkan
pada fungsi atau aktivitas kerja tertentu selama periode waktu tertentu. Hal
itu berarti bahwa produktivitas seorang karyawan identik dengan hasil upaya dalam
menjalankan tugasnya.
F. Hubungan Budaya Korporat Terhadap Produktivitas Kerja.
Akulturasi budaya
korporat selain akan menghasilkan sumberdaya manusia yang
berkualitas, juga akan menjadi penentu sukses perusahaan. Dalam kaitan
dengan hal tersebut, Block (dalam Moeljono, 2003) berpendapat
sebagai berikut “Semakin jelas terbukti bahwa hanya perusahaan-perusahaan
dengan budaya korporat yang efektif yang dapat menciptakan peningkatan
produktivitas, meningkatkan rasa ikut memiliki dari karyawan, dan
(pada akhirnya) meningkatkan keuntungan perusahaan…(There is
increasing evidence that firms with effective corporate cultures
claim to have increased productivity, increased employees, sense
of ownership and increased profit)”.
Pada saat ini
manajemen menjadi lebih memahami bahwa komponen-komponen budaya seperti adat-istiadat
(kebiasaan), tradisi, peraturan-peraturan (rules), aturan-aturan (regulation),
kebijaksanaan dan prosedur bisa membuat pekerjaan menjadi lebih
menyenangkan, sehingga bisa meningkatkan produktivitas, memenuhi kebutuhan
pelanggan dan meningkatkan daya saing perusahaan.
Para karyawan
membentuk suatu persepsi subyektif keseluruhan mengenai organisasi berdasarkan pada
faktor-faktor seperti toleransi, tekanan pada tim, dan dukungan orang.
Sebenarnya, persepsi keseluruhan ini menjadi budaya atau kepribadian perusahaan
itu. Persepsi yang mendukung atau tidak mendukung ini kemudian mempengaruhi
kinerja dan kepuasan karyawan dengan dampak yang lebih besar pada budaya yang
lebih kuat (Robbins, 2002).
Salah satu faktor yang
mempengaruhi pembentukan kinerja yang baik adalah budaya korporat. Menurut Imai
(1996), budaya korporat merupakan faktor struktur dan psikologis yang menentukan
kekuatan menyeluruh perusahaan, produktivitas, dan daya saing dalam jangka
panjang. Budaya korporat sering kali tercermin dalam perilaku keseharian
anggotanya, berarti pula merupakan praktik sehari-hari di tempat kerja. Budaya
korporat dalam memberikan suasana psikologis bagi semua anggota, bagaimana
mereka bekerja, bagaimana berhubungan dengan atasan ataupun rekan kerja,
bagaimana menyelesaikan masalah dan banyak lagi yang merupakan wujud budaya
yang khas bagi setiap perusahaan. Menurut Jusi (2001) dalam Moeljono
(2003), hubungan antara budaya dan kinerja dalam upaya penca-paian
produktivitas sangatlah erat dalam mencapai tujuan perusahaan.
Peran budaya korporat
sangat penting dalam meningkatkan kinerja karyawan yang berwujud kepada
produktivitas. Hal ini berlaku dalam perusahaan bisnis, termasuk dalam dunia
perbankan. Dengan demikian, kinerja karyawan perusahaan akan membaik seiring
dengan internalisasi budaya korporat. Karyawan yang sudah memahami keseluruhan
nilai-nilai perusahaan akan menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai suatu
kepribadian perusahaan.
Persepsi yang
mendukung akan mempengaruhi kinerja dan kepuasan karyawan. Secara tegas, dapat
disimpulkan bahwa budaya korporat akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
Paling tidak budaya korporat yang sudah terinternalisasi akan memberikan
kemampuan untuk meminimalkan deviasi dan kemampuan untuk beradaptasi dengan
situasi yang tak terduga. Hal ini sangat menentukan bagi perusahaan dan
individu-individu dalam menjalankan bisnis dan berinteraksi dengan lingkungan,
serta dalam cara-cara mengelola personil secara internal atau hubungan atasan
bawahan.
G. Budaya Korporat Bank Mandiri.
Pada tahun 2005 Bank
Mandiri mengembangkan suatu budaya kerja baru. Untuk mewujudkan visi dan misi sebagaimana
di atas merupakan suatu perjalanan panjang yang harus ditempuh dalam suatu
koridor dan pedoman yang disepakati bersama dalam organisasi. Terdapat lima
nilai budaya, yakni serangkaian prinsip yang dijadikan sebagai panduan moral
dalam berperilaku, bertindak dan mengambil keputusan. Budaya korporat Bank Mandiri
dikenal dengan “TIPCE” (Trust, Integrity,
Professionalism, Customer Focus dan Exellence).
1.
Trust (Kepercayaan), merupakan sesuatu yang tumbuh atas dasar keyakinan akan
suatu keandalan dan keluhuran karakter dan kepribadian. Kehandalan seseorang
yang tidak dilandasi karakter yang luhur tidak akan menimbulkan suatu
kepercayaan. Dalam kehidupan sehari-hari, kepercayaan ini diwujudkan dalam
perilaku saling menghargai dan bekerja sama, serta tindakan yang jujur, tulus
dan terbuka. Nilai kepercayaan dijawabarkan dalam dua perilaku utama, yakni “Saling
menghargai dan bekerja sama” dan “Jujur, tulus dan terbuka”.
2.
Integrity (Integritas) adalah suatu
nilai yang memelihara satunya pikiran, kata dan perbuatan yang sesuai dengan
hati nurani dan prinsip-prinsip kebenaran. Integritas diwujudkan dalam perilaku
disiplin dan konsisten, serta perilaku berpikir, berkata dan bertindak terpuji,
sesuai dengan prinsip moralitas yang menunjukkan adanya keluhuran karakter dan budi
pekerti.
3.
Professionalism (Profesionalisme), merupakan suatu nilai yang mengedepankan keahlian dan kompetensi
dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab. Nilai profesionalisme diwujudkan
dalam perilaku yang menjunjung tinggi kompetensi dan tanggung jawab serta
komitmen untuk senantiasa memberikan solusi yang terbaik.
4.
Customer Focus (Fokus pada Pelanggan), merupakan
salah satu nilai utama yang melandasi sikap insan Bank Mandiri untuk senantiasa
membina hubungan baik dengan pelanggan serta langgeng dan berkesinambungan.
Pelanggan eksternal maupun internal Bank Mandiri merupakan mitra
yang akan kita dukung untuk terus maju dan tumbuh secara
konsisten dari waktu ke waktu. Untuk itu fokus pada pelanggan kita
wujudkan dalam perilaku yang inovatif, proaktif dan cepat tanggap
terhadap kebutuhan pelanggan serta menguta-makan kepentingan dan
kepuasan pelanggan.
5.
Exellence (Kesempurnaan). Untuk mencapai
kesempurnaan, Bank Mandiri mengembangkan dan melakukan perbaikan di segala bidang
untuk mendapatkan nilai tambah optimal dan hasil yang terbaik secara terus menerus.
III.KESIMPULAN
1. Organisasi sebagai kesatuan sosial, yaitu
terdiri dari orang atau kelompok orang yang berinteraksi satu sama lain. Setiap
organisasi dituntut selalu peka terhadap aspirasi, keinginan, tuntutan dan
kebutuhan berbagai kelompok dengan siapa organisasi berinteraksi.
2. Kepemimpinan sebagai proses mengarahkan dan
mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan tugas dari para anggota kelompok
juga merupakan sarana pencapaian tujuan.
3. Pemimpin dalam kehidupan organisasi mempunyai
kedudukan yang strategis dan merupakan gejala sosial yang selalu diperlukan
dalam kehidupan kelompok.
4. Budaya organisasi dapat tumbuh karena diciptakan
dan dikembangkan oleh individu yang bekerja dalam suatu organisasi, dan
diterima sebagai nilai-nilai yang harus dipertahankan dan diturunkan kepada
setiap anggota baru.
5. Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka kesimpulan
yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah budaya korporat yang
terdiri dari kepercayaan (Trust), integritas (Integrity),
profesionalisme (Professionalism), fokus pada pelanggan (Customer
Focus) dan kesempurnaan (Exellence) mempunyai hubungan yang positif
terhadap produktivitas kerja karyawan. Melalui uji F, kepercayaan (Trust),
integritas (Integrity), profesionalisme (Professionalism), fokus
pada pelanggan (Customer Focus) dan kesempurnaan (Exellence)
berpengaruh signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan secara simultan.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2003. Manajemen Penelitian. Edisi
Baru. Cetakan Keenam. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
————. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan
Praktek. Edisi Revisi. Cetakan Kedua . PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Astuti, Rini. 2003. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap
Komitmen Karyawan (Studi Pada Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendapatan Daerah Tingkat
I Propinsi Jawa Timur di Kediri). Tesis Pascasarjana Universitas Brawijaya.
Malang.
Cooper, R. Donald dan C. William Emory. 1996. Metode
Penelitian Bisnis. Cetakan Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Costa, Lucas da. 1993. Analisis Pengaruh Faktor- Faktor
Strategi dan Budaya Terhadap Tingkat Excellence (Suatu Studi Kasus Pada Perusahaan
Penerbitan Surat Kabar Jawa Pos Surabaya). Tesis Pascasarjana Universitas Airlangga.
Surabaya.
Dajan, Anto. 2000. Pengantar Metode Statistik. Cetakan
Keduapuluh. Jilid 2. LP3ES. Jakarta.
Luthans, Fred. 2002. Organizational Behaviour. Nine Edition.
Mc Graw Hill. New York.
Moeljono, Djokosantoso. 2003. Budaya Korporat dan Keunggulan
Korporasi. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.
Muluk, MR. Khairul. 1999. Budaya Organisasi dan Pengaruhnya
Terhadap Keputusan Kerja (Studi pada Rumah Sakit Lavalette Malang), Tesis Pascasarjana
Universitas Brawijaya. Malang.
Naidoo, D. 2003. Organizational Culture and Subculture
Influences on The Implementation and Outcomes of Aspects of International Quality
Assurance Initiatives. Journal of Corporate Culture. South Africa. p.1-11.
Robbins, Stephen P. 2003. Organization Theory: Structure,
Design and Applications. Third
Edition. Prentice Hall International Inc. Singgapurpore.
—————. 2002. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi,
Aplikasi. Jilid 2. Edisi Bahasa Indonesia. Alih Bahasa: Hadyana Pujaatmaka dan
Benyamin Molan. PT Prenhallindo. Jakarta.
Santoso, Singgih. 2000. Buku Latihan SPSS Statistik
Parametrik. PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta.
Sedarmayanti. 1996. Tata Kerja dan Produktivitas Kerja:
Suatu Tinjauan Dari Aspek Ergonomi atau Kaitan Antara Manusia Dengan Lingkungan
Kerjanya. CV. Mandar Maju. Bandung.
—————. 2001. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja.
CV. Mandar Maju. Bandung.
Sekaran, Uma. 1992. Research Methods For Business: A
Skill-Building Approach. Second Edition. JOHN WILEY & SONS, INC. New York.
Siagian, Sondang P. 2002. Teori Pengembangan Organisasi.
Cetakan Keempat. Bumi Aksara. Jakarta. Singarimbun, Masri. 1995. Metode
Penelitian Survei. LP3ES. Jakarta. Sinungan, Muchdarsyah. 2003. Produktivitas:
Apa dan Bagaimana. Bumi Aksara. Jakarta.
Schein, Edger H. 1985. Organizational
Culture and Leadership. San Francisco: Jossey Bass.
Indrapradja, F.X.T. 1992. Manajemen Konsensus
dalam Bisnis. Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial. Vol. 3. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
http ://web ca
che .go og l eu s er co nt ent . com/
http:// www. h
a r p a c k i n d o . c o . i d / Budaya%20Perusahaan.htm
http://tabieta.net/index.php/art-and-culture/16- culture/39-budaya-perusahaan
http://www.bankmandiri.co.id/corporate01/newsdetail. asp?id=IEfV42528902
www.mercubuana.ac.id